Program Pesantren Sintesa beda dengan program pesantren pada umumnya. Bila sebagian besar pesantren biasanya hanya fokus pada materi diniyah, Pesantren Sintesa mengusung warna baru dengan fokus pembelajaran tahfidz al-quran dan bisnis online.
Harapannya setelah lulus dari Sintesa, semua santri punya bekal ilmu agama dan sudah punya bisnis masing-masing, serta dapat memberdayakan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
Setahu saya pesantren yang mengajarkan santrinya untuk jadi pengusaha tidak banyak. Itu pun sebagian tidak berhasil karena fasilitas yang kurang memadai.
Sebenarnya bukan fasilitas pesantrennya yang kurang memadai, tapi lebih ke fasilitas yang menunjang bisnisnya. Seperti modal usaha (yang berupa materi), lokasi tempat usaha dan pengalaman yang bisa dibilang masih sangat minim.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, mas Vatih dan beberapa pendiri lainnya mendirikan Pesantren Sintesa, yang pembelajaran bisnisnya disesuaikan dengan perkembangan teknologi sekarang.
Di sini saya tidak ingin membahas metode bisnis seperti apa yang diajarkan di Pesantren Sintesa. Kalau Anda ingin tahu bisnis seperti apa yang diajarkan di Sintesa, silahkan berkunjung ke Pesantren langsung, syaratnya bisa dibaca di sini, atau Anda juga bisa baca-baca catatan santri yang ada di situs ini.
Tulisan saya kali ini akan mengulas tentang metode yang digunakan santri Sintesa dalam upaya mencapai target hafalan 2 juz dalam satu tahun. Sebenarnya target hafalan ini gampang-gampang-susah.
Kalau dipikir-pikir menghafal 3 ayat dalam sehari itu gampang banget (insya-Allah), tapi setelah jalan beberapa bulan sepertinya tidak semudah yang dibayangkan.
Apalagi kalau hafalan sudah masuk juz ke-dua. Ketika menghafal ayat baru, hafalan yang dulu banyak yang lupa. Tapi itulah seninya menghafal, kita harus berusaha untuk menjaga hafalan kita semaksimal mungkin.
Menghafal al-Quran dengan Metode Talaqqi
Ada beberapa metode menghafal al-quran yang sampai saat ini dipraktekkan di berbagai Pesantren baik di Indonesia maupun Internasional, seperti kitabah, wahdah, jama’i, talaqqi, sima’i, lauh dan masih banyak lagi.
Dari beberapa metode tersebut, Sintesa mengambil salah satu metode yang paling mudah dan bisa diterapkan di Sintesa, mengingat santri Sintesa beda dengan pesantren lain. Pertimbangannya karena kebanyakan santri Sintesa usianya sudah ‘kepala dua’ dan dari berbagai latar belakang.
Untuk itu mas Vatih dan beberapa pengelola pesantren menerapkan metode talaqqi, yang menurut pengalaman beliau metode talaqqi bisa diterapkan oleh siap pun. Pengelola pesantren juga berharap santri Sintesa bisa melanjutkan hafalannya ketika sudah lulus.
Dari tadi kita ngomongin metode talaqqi terus, tapi apakah Anda sudah tahu bagaimana metode talaqqi tersebut?
Baiklah, bagi Anda yang belum tahu saya akan sedikit memberikan gambaran. Talaqqi berasal dari kata laqia yang artinya berjumpa. Maksudnya adalah berjumpa dan bertatap muka antara ustadz (pembimbing) dan para santri.
Metode talaqqi adalah model pembelajaran pertama yang dicontohkan Rasulullah bersama para sahabat Beliau, kemudian diteruskan ke generasi selanjutnya hingga kini.
Caranya adalah pembimbing (ustadz) membaca satu ayat (kalau ayatnya panjang boleh dipotong-potong sesuai kemampuan santri) kemudian para santri mengikuti bacaan ustadz tersebut. Setiap satu ayat diulang berkali-kali sampai hafal dan melekat kuat di kepala. Bila ayat pertama sudah hafal, lanjut ke ayat setelahnya dengan cara yang sama.
Di akhir pertemuan setiap santri harus menyetorkan hafalan pada hari itu. Bila hafalannya lancar maka besok akan melanjutkan ayat setelahnya, kalau belum lancar maka besok harus mengulang hafalan ayat pada hari itu. Ini dimaksudkan agar setiap ayat yang dihafal benar-benar melekat kuat sehingga tidak mudah lupa.
Menjaga Hafalan dengan Murojaah Setiap Hari
Kunci dari hafalan al-quran adalah seringnya murojaah (mengulang-ulang) hafalan. Semakin sering di-murojaah hafalannya akan semakin kuat.
Cara itu juga yang kami terapkan di Sintesa. Setiap malam (ba’da Madhrib atau ba’da Isya’) santri harus tetap berada di masjid, tujuannya untuk murojaah hafalan yang telah lalu.
Setiap santri punya cara sendiri-sendiri ketika murojaah, ada yang suka mojok dan murojaah di tempat sepi, ada juga yang mencari partner ketika murojaah. Satu orang menyetor hafalannya kepada temannya, kemudian temannya juga menyetor hafalan kepada teman lainnya.
Kalau saya sendiri lebih suka mencari partner ketika murojaah, jadi bisa meminimalisir salah baca karena ada yang menyimak.
Demikian pengalaman kami menghafal 2 juz selama setahun di Sintesa. Semoga kita diberi hidayah untuk selalu istiqomah di jalan dakwah. Semoga bermanfaat.
Save